Query:
bisnis migas
Document:
Eksplorasi Gas di NAD Harus Dimulai 2005
JAKARTA - Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) meminta pengembangan wilayah kerja Blok A, di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dipercepat sehingga kegiatan eksplorasi dapat dimulai tahun ini. Dengan demikian, gas alam yang diproduksi dapat segera disalurkan untuk memenuhi kebutuhan pabrik pupuk di Lhokseumawe, Aceh Utara, paling lambat tahun 2008. Kepala BP Migas, Kardaya Warnika seusai penandatanganan kontrak jual beli gas di Jakarta, Senin (17/5) mengatakan, BP Migas secara resmi telah meminta ConocoPhilips, operator wilayah kerja Blok A, untuk memulai kegiatan eksplorasi tahun ini, sehingga tahun 2008 sudah bisa memasok gas alam ke pabrik pupuk di Lhokseumawe. "Kita harapkan tahun ini sudah mulai eksplorasi sehingga dua tahun lagi sudah bisa produksi," katanya. Kardaya menjelaskan, wilayah kerja Blok A dikelola oleh ConocoPhilips, namun sahamnya dibagi 50 persen ConocoPhilips dan 50 persen ExxonMobil. Percepatan pengembangan Blok A menjadi sangat penting, karena menjadi solusi yang paling mungkin untuk mengatasi kekurangan gas bagi industri pupuk di Lhokseumawe. Kardaya menekankan, siapapun yang menjadi operator Blok A, BP Migas akan meminta hal yang sama, yakni percepatan eksplorasi dan produksi. Dalam hal ini, BP Migas juga telah memanggil pihak ExxonMobil agar turut mendukung upaya pemerintah untuk mengamankan pasokan gas bagi industri pupuk di Aceh. Saat ditanya mengenai porsi bagi hasil (split) antara ConocoPhilips dan pemerintah, menurut Kardaya sejauh ini belum ada kesepakatan. Pemerintah telah mengajukan porsi bagi hasil 51 persen pemerintah dan 49 ConocoPhilips. Namun operator Blok A itu meminta porsi 50 persen. Porsi bagi hasil kontraktor kontrak kerja sama BP Migas selama ini, sebesar 70 persen untuk pemerintah dan 30 persen untuk kontraktor. Tetapi, karena merupakan lapangan marjinal dan diperkirakan cadangan gasnya tidak banyak, pemerintah memberlakukan aturan yang berbeda dalam penentuan porsi bagi hasil dengan kontraktor pengelola Blok A.
Kontrak Gas
Sementara itu, penandatanganan kesepakatan bisnis gas yang disaksikan oleh Kepala BP Migas tersebut meliputi Gas Sales Agreement (GSA) antara Petronas Carigali Muriah Limited dengan PT PLN (Persero). Volume gas yang akan dipasok untuk mendukung bahan bakar PLTG Tambak Lorok di Jawa Tengah selama 10 tahun itu sebesar 145 miliar BTUD per hari. Selain itu, GSA antara Kalila (Bentu) Operator Pty Ltd dengan PT PLN (Persero) dengan volume gas 15 miliar BTUD, yang akan digunakan sebagai bahan bakar pembangkit baru milik PLN di Pekanbaru, Riau untuk jangka waktu 15 tahun. Kesepakatan lainnya, GSA antara PetroChina International (Bermuda) Ltd dengan PT Henrison Iriana. PetroChina akan memasok gas sebesar 1,2 miliar BTUD ke industri kayu lapis di Papua itu selama lima tahun. Selain itu, juga kesepakatan berupa Memorandum of Understanding (MoU) antara JOB Pertamina Amerada Hess Jambi Merang dengan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. Jika kerja sama ini direalisasikan, pasokan gas dari produsen akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar industri di Sumatera Bagian Selatan. Total volume gas dari empat kesepakatan bisnis itu mencapai sekitar 500 triliun BTU, dengan nilai kontrak sekitar US$ 1,4 miliar. Menurut Kardaya, seluruh kesepakatan penjualan gas bumi yang ditandatangani ini diperuntukkan bagi industri di dalam negeri, dan ini membuktikan komitmen pemerintah yang akan selalu memprioritaskan kebutuhan gas domestik.
bisnis migas
Document:
Eksplorasi Gas di NAD Harus Dimulai 2005
JAKARTA - Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) meminta pengembangan wilayah kerja Blok A, di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dipercepat sehingga kegiatan eksplorasi dapat dimulai tahun ini. Dengan demikian, gas alam yang diproduksi dapat segera disalurkan untuk memenuhi kebutuhan pabrik pupuk di Lhokseumawe, Aceh Utara, paling lambat tahun 2008. Kepala BP Migas, Kardaya Warnika seusai penandatanganan kontrak jual beli gas di Jakarta, Senin (17/5) mengatakan, BP Migas secara resmi telah meminta ConocoPhilips, operator wilayah kerja Blok A, untuk memulai kegiatan eksplorasi tahun ini, sehingga tahun 2008 sudah bisa memasok gas alam ke pabrik pupuk di Lhokseumawe. "Kita harapkan tahun ini sudah mulai eksplorasi sehingga dua tahun lagi sudah bisa produksi," katanya. Kardaya menjelaskan, wilayah kerja Blok A dikelola oleh ConocoPhilips, namun sahamnya dibagi 50 persen ConocoPhilips dan 50 persen ExxonMobil. Percepatan pengembangan Blok A menjadi sangat penting, karena menjadi solusi yang paling mungkin untuk mengatasi kekurangan gas bagi industri pupuk di Lhokseumawe. Kardaya menekankan, siapapun yang menjadi operator Blok A, BP Migas akan meminta hal yang sama, yakni percepatan eksplorasi dan produksi. Dalam hal ini, BP Migas juga telah memanggil pihak ExxonMobil agar turut mendukung upaya pemerintah untuk mengamankan pasokan gas bagi industri pupuk di Aceh. Saat ditanya mengenai porsi bagi hasil (split) antara ConocoPhilips dan pemerintah, menurut Kardaya sejauh ini belum ada kesepakatan. Pemerintah telah mengajukan porsi bagi hasil 51 persen pemerintah dan 49 ConocoPhilips. Namun operator Blok A itu meminta porsi 50 persen. Porsi bagi hasil kontraktor kontrak kerja sama BP Migas selama ini, sebesar 70 persen untuk pemerintah dan 30 persen untuk kontraktor. Tetapi, karena merupakan lapangan marjinal dan diperkirakan cadangan gasnya tidak banyak, pemerintah memberlakukan aturan yang berbeda dalam penentuan porsi bagi hasil dengan kontraktor pengelola Blok A.
Kontrak Gas
Sementara itu, penandatanganan kesepakatan bisnis gas yang disaksikan oleh Kepala BP Migas tersebut meliputi Gas Sales Agreement (GSA) antara Petronas Carigali Muriah Limited dengan PT PLN (Persero). Volume gas yang akan dipasok untuk mendukung bahan bakar PLTG Tambak Lorok di Jawa Tengah selama 10 tahun itu sebesar 145 miliar BTUD per hari. Selain itu, GSA antara Kalila (Bentu) Operator Pty Ltd dengan PT PLN (Persero) dengan volume gas 15 miliar BTUD, yang akan digunakan sebagai bahan bakar pembangkit baru milik PLN di Pekanbaru, Riau untuk jangka waktu 15 tahun. Kesepakatan lainnya, GSA antara PetroChina International (Bermuda) Ltd dengan PT Henrison Iriana. PetroChina akan memasok gas sebesar 1,2 miliar BTUD ke industri kayu lapis di Papua itu selama lima tahun. Selain itu, juga kesepakatan berupa Memorandum of Understanding (MoU) antara JOB Pertamina Amerada Hess Jambi Merang dengan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. Jika kerja sama ini direalisasikan, pasokan gas dari produsen akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar industri di Sumatera Bagian Selatan. Total volume gas dari empat kesepakatan bisnis itu mencapai sekitar 500 triliun BTU, dengan nilai kontrak sekitar US$ 1,4 miliar. Menurut Kardaya, seluruh kesepakatan penjualan gas bumi yang ditandatangani ini diperuntukkan bagi industri di dalam negeri, dan ini membuktikan komitmen pemerintah yang akan selalu memprioritaskan kebutuhan gas domestik.